Selasa, 13 November 2007

Dana BI Mengalir sampai Jauh

Hukum seharusnya memang tak pandang bulu. Tak peduli itu pejabat negara setingkat eksekutif tetap tidak kebal hukum. Dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, banyak pejabat yang terseret kasus hukum dan berujung di penjara. Lihat saja sejumlah gubernur yang diadili, bupati atau walikota yang ditahan, kepala dinas, pejabat departemen atau lembaga, dan lain sebagainya yang berujung ke pengadilan, dan sebagian divonis bersalah.
Mungkin karena negeri ini sangat korup , hampir setiap hari media-media di negara ini memuat berita korupsi, pemeriksaan pejabat atau mantan pejabat, atau pengungkapan temuan-temuan yang mengindikasikan korupsi. Saking banyaknya kasus korupsi di Indonesia, masyarakat tampaknya sudah menganggap berita-berita tentang korupsi itu seperti hal yang biasa saja. Malah, sebaliknya, di negeri ini kerap terjadi kejadian unik: ada pejabat korupsi yang dibela oleh masyarakat atau sekelompok orang pendukungnya. Bak sebagai "pahlawan" koruptor itu dielu-elukan para pendukungnya.

Tapi di sisi lain, ada juga pejabat yang terjerembab menjadi tersangka padahal "baru"saja mau melakukan korupsi. Pejabat yang biasanya bukan datang dari unsur birokrasi ini, tampaknya ikut tergiur juga oleh sejumlah peluang, tawaran, iming-iming, atau justru atas inisiatifnya. Pokoknya, banyak cerita-cerita korupsi di negeri ini, yang bisa jadi kalau diceritakan satu persatu tak cukup waktu sepuluh tahun untuk menguraikannya.

Dari sejumlah kasus korupsi itu, ada kasus yang hangat menguak ke permukaan. Yaitu, kasus aliran dana dari Bank Indonesia kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan aparat kejaksaan. Dana Rp 100 miliar itu diberikan kepada Panitia Perbankan Komisi IX DPR periode 2003 senilai Rp 31,5 miliar untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No.23 tahun 1999 tentang BI. Sedangkan sisanya, Rp 68,5 miliar digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum mantan gubernur BI, mantan deputi gubernur BI dalam kasus hukum BLBI.

Nama-nama penting disebut terlibat dalam kasus aliran dana BI kelegislatif, termasuk aparat hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta keterangan beberapa pejabat BI,, yaitu Deputi Gubernur Senior BI, Miranda S Goeltom, Deputi Gubernur BI, Bun Bunan Hutapea, dan mantan Direktur Pengawasan BI, Rusli Simanjuntak.

Dan yang menyentakkan, Ketua Badan Pemeriksa (BPK) Anwar Nasution juga bakal dipanggil KPK. Ini mengagetkan karena BPK justru yang mengungkap kasus aliran dana BI tersebut. Memang, Anwar dipanggil bukan dalam kapasitas sebagai Ketua KPK. Seperti dijelaskan pihak KPK, Anwar diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan deputi senior gubernur BI, yang menjabat pada masa kasus tersebut terjadi. Juru bicara KPK Johan Budi menyatakan, Anwar dibutuhkan keterangannya sebagai deputi gubernur senior BI diduga mengetahui keputusan rapat Dewan Gubernur BI pda 22 Juli 2003 untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia 9YPPI) senilai Rp 100 miliar. Uang itu yang kemudian dialirkan ke DPR dan digunakan untuk bantuan hukum pejabat BI.

Skandal ini tampaknya bakal cukup panjang ceritanya, seperti panjangnya aliran dana BI dalam kasus ini. Maklum saja, banyak nama yang terkait termasuk disebut-sebut anggota Kabinet Indonesia Bersatu, lembaga hukum, dan lembaga legislatif.

Di sinilah KPK diuji, apakah mampu menguak kasus ini dengan sebenar-benarnya dan mengadili orang-orang bersalah dalam skandal ini? Bila hanya sekadar untuk konsumsi berita, tentu masyarakat bakal meragukan kredibilitas KPK, setelah sebelumnya juga kecewa dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga-lembaga hukum lain yang belum mencerminkan prinsip keadilan bagi masyarakat.

Tidak ada komentar: